LOGAT ATAU DIALEK KHAS KABUPATEN PATI (FOLKLORE LISAN)

 

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Folklor sebagai suatu disiplin atau cabang ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, di Indonesia belum lama dikembangkan orang. Folklore adalah bagian dari kebudayaan yang disebarkan atau diwariskan secara tradisional baik dalam bentuk lisan maupun bukan lisan (http://rizkyatika.blogspot.com/2015/03/pengertian-ciri-jenis-bentuk-dan-fungsi.html, diakses pada 5 Juli 2015). Folklor dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya, yaitu: folklor lisan, folklor sebagaian lisan, dan folklor bukan lisan. Adapun folklor lisan juga masih dibagi dalam beberapa kelompok, di antaranya adalah bahasa rakyat, pertanyaan tradisional, puisi rakyat, prosa rakyat, ungkapan tradisional, dan nyanyian rakyat.

Pada kesempatan kali ini, penulis tertarik untuk mendeskripsikan salah satu jenis folklore yang terdapat di Kabupaten Pati yakni folklore lisan. Folklore lisan yang terdapat di Kabupaten Pati beraneka ragam, sehingga selain penulis mendeskripsikan secara umum folklore di kabupaten Pati dan penulis akan mengambil fokus kajian tentang bahasa rakyatnya yakni logat/dialek.

Folklore lisan yang akan dibahas meliputi bahasa rakyat (talk speech) yang memfokuskan pada logat/dialek. Pati merupakan kota kecil yang berada di ujung utara sendiri atau berbatasan dengan kota Jepara, Kudus, Rembang. Pati mempunyai dialek yang sangat khas, di antara penggunakan imbuhan em/nem yang menunjukkan kata ganti “milik” (wekem, hapenem, kursiem, rambutem). Masyarakat Pati dalam penekanan kalimat biasanya menggunkan imbuhan leh, re, a, e dan go memang tidak ada artinya tapi biasanya digunakan dalam percakapan dan sudah menjadi ciri khas. Selain itu juga terdapat perubahan kosa kata akibat perubahan makna misalnya, padang menjadi padung, loro menjadi loru, panas menjadi panus, pait menjadi puait, legi menjadi luegi, kecut menjadi kuecut, asin  menjadi uwasin, pedes menjadi puedes, adem  menjadi wadem, ireng menjadi uwireng, abang menjadi uwabang, ijo menjadi uwijo, kuning menjadi kuwuning, biru menjadi buwiru, putih menjadi puwutih, dan lain-lain).

Kemudian julukan, julukan yang terkenal di Pati adalah julukan Syeh Jangkung  (untuk menyebut ulama yang bernama Saridin). Dia adalah seorang tokoh agama yang terkenal pada zamannya dan sampai sekarang masih terkenang namanya. Makamnya pun masih banyak dikunjungi oleh orang-orang apalagi yang ingin mendapat berkah dan lain-lain untuk ngalap barokah.

Selain logat dan julukan, ada juga pangkat tradisional yang masih digunakan di Pati. Pangkat tradisional ini mungkin juga banyak digunakan di daerah-daerah lain, sehingga saya memfokuskan pada pada logat dan julukan tradisional yang masih menjadi ciri khas orang Pati. Pangkat tradisional itu meliputi camat, kamituo/tuwowo, carik, bayan, petengan, modin, dan ladu.

 

B.     Rumusan Penelitian

1.      Apa saja  folklore lisan yang terdapat di Kabupaten Pati secara garis besarnya?

2.      Bagaimana logat atau dialek khas Kabuaten Pati?

C.    Tujuan Penelitian

1.      Mendeskripsikan folklore lisan di Kabupaten Pati secara garis besarnya saja.

2.      Mendeskripsikan logat atau dialek Kabupaten Pati.


 

FOLKLORE DI DAERAH PATI

A.    Garis Besar Folklore Lisan di Pati

Folklore lisan yang terdapat di Kabupaten Pati beraneka ragam. Adapun folklore lisan di Pati yang masih ada yaitu meliputi bahasa rakyat, pertanyaan tradisional, prosa rakyat, ungkapan tradisional, dan nyanyian rakyat. Bahasa rakyat yang menjadi fokus kajian yakni logat, akan dibahas lebih rinci di pembahasan berikutnya. Sebelum membahas bahasa rakyatnya, maka perlu memaparkan sebagian folklore lisan yang masih ada di daerah Pati menurut narasumber yang telah diwawancarai yakni sebagai berikut.

1.         Ungkapan tradisional

a.         witing tresno jalaran soko kulino (cinta itu bisa hadir karena terbiasa)

b.        anak polah bopo kepradah (anaknya yang melakukan kesalahan, tetapi orang tuanya pun ikut menanggung malu)

c.         mburu uceng kelangan deleg (mencari sesuatu yang tidak seberapa sampai mengobankan sesuatu yang lebih besar daripada itu)

d.        ajining rogo soko busono (penghargaan seseorang itu dari pakaiannya)

e.         alise nanggal sepisan (alisnya seperti bulan sabit)

f.          drijine mucuk bung (jarinya runcing bagaikan duri)

g.        lambeane mblarak sempal (lambaiannya seperti daun nyiur yang diterpa angin)

h.        mangan ra mangan nek kumpul (memiliki makanan atau tidak, tetapi yang terpenting selalu bersama)

i.          bocah ug polahe koyok brandal (jadi anak kok tidak bisa diam/selalu berulah)

j.          polahe koyok ulo ditubo (orang yang tidak bisa diam)

k.        mlakune koyok digudak maling (jalannya cepat sekali)

l.          rai wang malang (mukanya sempit)

m.      sirah maesan (kepala yang lonjong bulat dan pantas jika diberi sanggul)

n.        ngantene mangklingi (pengantinnya cantik tidak seperti biasanya)

o.        mripate ndamar kanginan (mripate sipit dan sayu)

p.        irunge koyok petrok (hidungnya mancung sekali)

q.        wong wedok iku swargo nunut nroko ra katot (kalau berubah tangga kesenangan suami adalah kesengangan istri tetapi kalau yang laki2 kena hukuman yang dihukum laki-lakinya)

r.          diwei ati ngkrogoh rempelo (diberi kebaikan malah memina lebih)

s.         rai gedek (orang yang tidak punya malu)

2.         Kerata basa

a.         tandur (nata karo mundur)

b.        garwa (sigaraning nyowo)

c.         bathuk (dienggo ngembat barang sing matuk (dieggo mikir)

3.         Pertanyaan tradisional atau teka-teki

a.         sego sekepel dirubung tinggi (salak)

b.        mboke dilus-lus anake diedak-edak (ondo)

c.         pitik walek sobo kebon (nanas)

d.        mbok ane udo anake ngenggo klambi (pring)

e.         diketok maleh duwur (celono)

4.         Cerita prosa rakyat, seperti: mitos dan legenda

a.         Mitos yang masing dipercaya yaitu kalau prawan jangan makan di depan pintu nanti jodohnay susah, perawan kalau menyapu tidak boleh disela engan pekerjaan lain, orang yang sedang hamil harus membawa guting ketika dia akan pergi keluar rumah, kalau ada ayam berkokok pas setelah magrib berarti tandanya ada perawan yang belum menikah hamil, oran yang menabrak atau membunuh kucing akan mendapat kesialan, dan lain-lain.

b.        Legenda masyarakat yang terdapat di Pati seperti Punden Kemiri di kota Pati, Pusugihan Pulo Seprapat Juwana, asal mula Sendang Sani Pati, dan lain-lain.

5.         Nyanyian rakyat

a.        Lir-ilir

Lir ilir lir ilir tandure wong sumilir
Tak ijo royo royo
Tak sengguh panganten anyar
Cah angon cah angon penekna blimbing kuwi
Lunyu lunyu penekna kanggo mbasuh dodotira
Dodotira dodotira kumintir bedah ing pinggir
Dondomana jrumatana kanggo seba mengko sore
Mumpung padang rembulane
Mumpung jembar kalangane

Yo suraka surak iro

b.        Gambang suling

Gambang suling ngumandang suarane

Tulat-tulit kepenak unine

Unine mung trenyuhake bareng lan kentrung

Ketipung suling sigrak kendhangane

Gambang-gambang suling

Suling-suling gambang

Gambang-gambang suling

Suling-suling gambang

c.         Gundul-gundul pacul

Gundul gundul pacul cul tempelengan

Nyunggi-nyunggi wakul kul tempelengan

Wakul grempyang segane dadai sak ratan

Wakul grempyang segane dadai sak ratan

d.        Pitik tukung

Aku duwe pitik pitik tukung

Saben dino tak pakani jagong

Betok kokok betok betok

Ngendok pitu tak teteske netes telu

Kabeh trondol ndol gawe wulu

Megal megol gol gawe guyu

e.         Kodok ngorek

Kodok ngorek kodok ngorek ngorek pinggir kali

Teyot teblung teyot teblung teyot-teyot teblung

Bocah nakal bocah nakal njaluk dijamoni

Bocah pinter bocah pinter mbesuk dadi dokter

f.          Peng kecapeng

Peng kecapeng adek nyuwun maem

Maeme nek ndaringan

Moh ono semute semut opo semut gatel

Nyokot opo nyokot udel

Tek tek griming-griming

Tek tek griming-griming

g.        Bebek adus kali

Bebek adus kali

Nyusuri sabun wangi

Bapak mundhut roti

Adike diparingi

h.        Angon bebek nek pinggir

Angon bebek nek pinggir

Bebekke papat nyosori pari

Ayo digusak ayo digusak

Wek wek wek wek

Wek wek wek wek

Wek wek wek

i.          Sluku-sluku bathok

Sluku-sluku bathok

Bathoke ela elo

Si rama menyang Solo

Oleh-olehe payung kuta

Pak jentit tit lo lo lo bah

Wong mati ora obah

Yen obah medeni bocah

Yen urip goleko duwit

j.          Jaranan

Jaranan jaranan jaranan jarane jaran teji

Sing numpak ndoro bei sing ngiring poro mantri

Jek jek nong jek-jek nong

Prok prok gedebug krincing gedebug krincing

Prok prok gedebug krincing

 

B.     Logat atau Dialek Khas Kabuaten Pati

Bahasa rakyat  adalah bagian dari folklore lisan yang meliputi logat, julukan tradisional, dan pangkat tradisional. Namun, penulis akan memfokuskan pada logat/dialek yang terdapat di Pati. Logat bisa disebut juga dengan dialek. Menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1983), istilah dialek berasal dari kata Yunani dialektos. Pada mulanya dipergunakan dalam hubungannya dengan keadaan bahasa. Di Yunani terdapat perbedaan-perbedaan kecil di dalam bahasa yang dipergunakan pendukungnya masing-masing, tetapi hal tersebut tidak sampai menyebabkan mereka merasa mempunyai bahasa yang berbeda.

Perbedaan tersebut tidak mencegah mereka untuk secara keseluruhan merasa memiliki satu bahasa yang sama. Oleh karena itu, ciri utama dialek adalah perbedaan dalam kesatuan dan kesatuan dalam perbedaan (Meillet, 1967 : 69 - 70). Dialek adalah logat berbahasa. Dialek adalah perlambangan dan pengkhususan dari bahasa induk. Menurut Weijnen, dkk yang dikutip oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1983) dialek adalah sistem kebahasaan yang dipergunakan oleh satu masyarakat untuk membedakan dari masyarakat lain.

Menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1983), ada 2 (dua) ciri yang dimiliki dialek, yaitu:

a.       Dialek adalah seperangkat bentuk ujaran setempat yang berbeda-beda, yang memiliki ciri-ciri umum dan masing-masing lebih mirip sesamanya dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari bahasa yang sama.

b.      Dialek tidak harus mengambil semua bentuk ujaran dari sebuah bahasa. (Meillet 1967: 69).

(https://www.google.co.id/search?q=pengertian+dialek&ie=utf-8&oe=utf-8&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a&gws_rd=cr,ssl&ei=yrSdVenQK4yfugTkv5GoCA#q=pengertian+dialek+menurut+para+ahli, diakses pada 5 Juli 2015).

Perbedaan wilayah bisa berarti beda bahasa atau dialek, seperti halnya dalam regional karesidenan Pati yang terdiri dari beberapa kota dengan  keragaman bahasa, dialek, maupun idiom khas daerah masing-masing. Dialek juga bisa menjadi ciri khas setiap kota di Indonesia.

Pengucapan  kata Pati Ini yang  paling  khas. Kami  menyebut Pati, pake ti tebel  (thi). Tidak seperti ( ti) dalam kata mati. Tapi thi yang seperti penyebutan 't' pada umumnya di Bali. Tapi kaya'nya gak semua orang Bali deh nyebut 't'-nya tebel.

Penggunaan penekanan atau partkel penegas Leh, Hare, Go, A, E , Re ini yang menjadikan Pati memiliki bhasa yang khas yang tidak dimiliki oleh daerah yang lain.. Leh  itu sering digunakan untuk kalimat tanya. Go digunakan untuk kalimat ajakan atau penegasan. Go  sejajar dengan dong. Biasanya digunakan dalam kalimat seru. Di Solo-Yogya ada istilah no. A , re dan e, juga memiliki kekhasan sendiri dalam penggunaannya. Untuk lebih jelasnya, maka perhatikan contoh berikut ini.
1) Leh
àOno opo Leh? (Ada apa sih?), Piye Leh? (Gimana sih?), Kok apik Leh? (Kok bagus ya?), Kowe thek ngono Leh? (Kamu kok gitu sih?), sebagainya.
2) Go
à Ayo Go! (Ayo cepet!), Wis Go! (Sudahlah!),  Meneng Go! (Diam dong!), dan sebagainya.
3) A
à Ngene-A (seperti inikan?)

4) E  à Ono opo-E (Ada apa?)

5) Re à he’e re (iya), opo re (apa sih?)

 

Selain itu, masih ada hal unik lagi mengenai logat atau bahasa khas yang dipakai di Pati. Di Pati, untuk menyatakan kepemilikan itu menggunkan nem atau em. Nem sebenarnya merupakan alofon dari em. Jika huruf akhirnya vokal, maka akan menjadi nem. Berikut ini adalah contoh penggunaan em dan nem.

-          Bapakem (ayahmu)

-          Ibunem (ibumu)

-          Sepedahem (sepedamu)

-          Omahem (rumahmu)

-          Bojonem (istrimu)

-          Kampungem (pekarangannya)

-          Bukunem (bukumu), dan lain sebagainya.

Di Pati juga mengenal perubahan kosa kata akibat level makna yang berubah. Misalnya untuk  menyatakan kata sifat/adjektiva. Ada perubahanyang teratur dalam kosa kata adjektiva. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut ini.

-          Padang (terang) à padung (lebih terang) à puadung(sangat terang)

-           Loro (salit) à loru (lebih sakit) à luoru (sangat sakit)

-           Panas (panas) à panus (lebih panas) à puanus (sangat panas)

-          Pait (pahit) à puait (lebih pahit/sangat pahit)

-          Legi manis) à luegi (lebih manis/sangat manis)

-          Kecut (asam) à kuecut (lebih asam/sangat asam)

-          Asin (asin) à  uwasin (lebih asin/sangat asin)

-          Ireng (hitam) à uwireng (lebih hitam/sangat hitam)

-           Abang (merah) à uwabang (lebh merah/sangat merah), dan lain sebagainya. 

Dari contoh-contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa vokal “u” mengubah makna berdasarkan gradasi/ ukuran makna tanpa mengubah makna dasarnya.

Berikut ini adalah kosa kata yang khas yang mungkin tidak ditemui di daerah lain walaupun bahasanya sama-sama menggunkan bahasa Jawa.

Adoh = Jauh / uwaduh - jauh sekali

Adhem = biasa

Ambles = masuk kedalam tanah.contohathoke wes ambles ditutuk karo godem.

Ambyar = kocar-kacir

Amoh = rusak

Andri = antri

Antemi = pukuli

Anyep = tawar.(bisa juga berarti basah) contoh, anyep banget wedang iki (minuman ini tidak ada rasanya),  Klambi iseh anyeb kok dienggo (baju basah kok dipakai)

Ape = akan

Aras-arasen = malas

Babon = cewek

Bajal; Bajak; njajal, jajal = coba

Bawok = Apek

Belek = Sebutan untuk cewek

Belik = Sumber air yang biasanya ada di sungai seperti sumur tapi kecil dan airnya ngalir terus gak pernah kering

Bejinjat = banyak ulah

Benthet = Retak

Bentir = terang sekali

Berek = jelek

Bledug = Debu yang berterbangan

Blek = Kotak yang terbuat dari logam tipis.

Breh = ora medit/nggak pelit

Bolah = Benang

Budi : berontak / gak bisa diem

Bladu: peci

Cangkem = Mulut

Ceblok = jatuh

Cedak = Deket / Ciduk = dekat sekali

Cempe = anak kambing

Cempluk = pendek dan gemuk

Ciak = menghajar, bisa juga diartikan - makan

Cokot = Gigit

Dangkel = akar dari pohon

Dapur = muka (kasar)

Dilah - Lampu

Dugel = pangkal bambu.contoh:dugel pring kuwi iso digawe kenthongan.

Engkek = tebar pesona.

Em = (milik)-mu, misal : Montorem = motor (milik)-mu

Gage = cepat

Galeng = batas pinggiran antara sawah satu dengan yang lainnya

Gembeng = cengeng

Gembhut = Panggilan anak balita laki-laki

Gendadapan = Kelabakan

Geret =tarik

Gibal = hajar, contoh: tak gibal koe..! = saya hajar kamu..!

Gitik = Di tinju

Go = dialek khas Pati, berupa imbuhan di akhir kata, misal : wis go...

Godem:Palu besar (biasanya untuk menghancurkan batu kali yg besar)

Gong = tempat orang punya hajat

Gudak : Kejar

Gudal = jigong

Gudel = anak kerbau

Guik = kaos kaki

Gujid : kotor

Gumping = jurang yang sangat curam

Gringgingen = kesemutan

Harene = katanya

Hera = iya kan...

Hola-holo = Oon

Ibit = kipas

Ireh ireh =pelan-pelan

Ireng=hitam

Iteng=sangat hitam

Ites=hitam pekat

Janthur = Di tendang pas pantatnya

Jarang = air panas

Jeblok = Jalan berlumpur

Jegedol = Anak katak yang masih belum punya kaki

Jegong = cekungan pada permukaan tanah untuk penampungan sampah

Jengguk = Mendorong kepala orang lain dengan maksud melecehkan

Jongkasan = menyisir rambut (Jongkat = sisir)

Judag = jurang

Jun = alat seperti guci yang terbuat dari tanah, biasanya untuk alat penampung air

Jungkas, jungkat = sisir

Kacu/setangan : saputangan

Kancing = kunci, lawange wis dikancing durung? = pintunya sudah dikunci belum?

Kantrog = goncang

Karipan = kesiangan (bangun)

kelancor = kebablasen, kelebihan (dalam arti jarak).

Kentel = memukul

Kenthir = gila

Kentir / keli = terbawa arus sungai

Kero = juling

Klowor = ada yang bisa bantu menterjemahkan?

Kodhak = bisa

Kopok = congek

Kulah = kamar mandi

Kuluban = makanan yang biasanya dari sayuran

Kuthuk = anak ayam

Kudu = ingin, harus.

Lading - Pisau

Laip = sepi

Lambe = Bibir

Laot = istirahat

(le') = panggilan untuk orang yang lebih tua, di daerah lain biasa menggunakan 'kang'

Lebi = tutup

Lebu = Tanah berdebu

Ledokan = kubangan

Leh = dialek khas Pati, berupa imbuhan di akhir kata, misal : piye leh...?

Lempong = tanah liat

Lepo = lantai

Lipen, gincu = lipstik

Lompong = sejenis pohonyang tumbuh di deket perairan

Lungko = bongkahan tanah yang keras

Luru = cari

Lurung = kebon di belakan rumah

Luwe = binatang berkaki seribu (bisa juga digunakan untuk Lapar)

Maliter = bergaya

Marem = Mantap

Mbededhet = Gulita ( petheng mbededet)

Mbeling = Nakal

Mbendolo = Benjol

Mbetho = berkicau (burung)

Mbribeni = gaduh, ribut hingga mengganggu orang yang sedang tidur.

Mblandhang = lari

Mblasah = berantakan

Mblegedhek = Brisik

Mblendung = Membesar

Mbluboh = tidak punya tanggung tanggung

Mbois = keren

Mekrok = Merekah

Menet = Berputar sangat kencang Sekali

Mengkurep = tengkurap (tidur)

Methal = mencangkul

Minthi = anak menthok

Mleding = nungging

Mlekang = mengangkang

Mlenguk : duduk

Mlepuk = besar mulut

Mlethek = Retak

Mlongo = bengong

Mlumah = terlentang (tidur)

Mrawasi=(sangat) menghawatirkan

Mrempul = Benjolan dikepala setelah kejedot

Muk = panggilan untuk gadis

Ndakik = Curang

Nderok (ndero') = tenguk-tenguk = diam; berdiam diri

Ndodro = semakin parah/menjadi-jadi

Ndo'o (ndo'o...) = imbuhan dari sebuah kalimat, biasanya terdapat pada akhir kalimat. exp : ancen iku anake ndo'o... (memang itu anaknya...).

Ndu' (endu') = hampir sama dengan kata "lho"

Ndredeg = gemetar

Nek umat = tumben

Nener = anak ikan bandeng

Ngangsu = ngambil/nyari air

Ngeber = ngompol

Ngedhuk = Mengeruk

Ngempot = belok mendadak dengan tajam

Ngepor2 = hampir sama seperti nggesor

Nggaru = membajak tanah juga

Ngger = Panggilan untuk anak laki-laki

Nggesor = duduk ditanah tanpa alas

Ngluku = membajak sawahh

Ngorea = sok preman

Ngrekel = mencoba naik

Ngroweng = rewel

Njembling = (perut) buncit.

Nyarak = rame

Pacak = coba

Pathak: sawat/lempar

Peceren = penampungan air kotor

Penthik : palu/martil

Pereh = mentang-mentang

Perhok = Abu-abu

Picek = buta, tidak melihat

Pleak = injak

Plembungan = balon

Pomit = semacam minyak rambut

Prengus = bau khas yang muncul dari binatang (kambing)

Puteh = putih

Pupoh = pukul

Pupuran = memakai bedak

Putir = Putih banget

Re = kata imbuhan akhiran ( ono opo re ?) - aksen khas daerah Kudus dan sekitarnya.

reng = ke; di;exp : ameh reng ndi lek? (mau kemana mas?)

Retak-retek = Neko-neko ada yang bisa bantu menterjemahkan?

Sawat = lempar

Sayak - Rok/baju untuk wanita

Senet = Berputar sangat kencang

Serit = sisir yang sangat rapat.

Sobo = Mlancong ( Pitek walik "sobo" kebon opo yo? )

Sonder = tanpa (-der dibaca sama ketika mengucap-Bunder)

Songgo = Di tinju dagunya dari arah bawah ke atas

Sonjo = Mlancong

Sual = celana pendek

Suri = sisir

Suwek = Robek

Suwun = terima kasih

Suwung = Sepi / kosong

Tabo'i = pukuli

Tesmak = kacamata

Tempolong = kaleng

Umbal = naik kendaraan umum

Umbel = ingus

Umblog = Berbicara tidak sesuai kenyataan

Umyeg = banyak bicara

Wantah = air putih

Welingsang = item pekat

Welug = kuat, tahan pukul

Wuk = Panggilan untuk anak perempuan

Yayak = duduk

Yun = Panggilan anak balita perempuan

PENUTUP

Pati merupakan kota kecil yang berada di ujung utara sendiri atau berbatasan dengan kota Jepara, Kudus, Rembang. Pati mempunyai dialek yang sangat khas, di antara penggunakan imbuhan em/nem yang menunjukkan kata ganti “milik” (wekem, hapenem, kursiem, rambutem). Adapun folklore lisan di Pati yang masih ada yaitu meliputi bahasa rakyat, pertanyaan tradisional, prosa rakyat, ungkapan tradisional, dan nyanyian rakyat. Bahasa rakyat yang menjadi fokus kajian yakni logat/dialek Kabupaten Pati. Bahasa rakyat  meliputi logat, julukan tradisional, dan pangkat tradisional. Namun, penulis akan memfokuskan pada logat/dialek yang terdapat di Pati. Logat bisa disebut juga dengan dialek.

Masyarakat Pati dalam penekanan kalimat biasanya menggunkan imbuhan leh, re, a, e dan go memang tidak ada artinya tapi biasanya digunakan dalam percakapan dan sudah menjadi ciri khas. Di Pati, untuk menyatakan kepemilikan itu menggunkan nem atau em. Nem sebenarnya merupakan alofon dari em. Jika huruf akhirnya vokal, maka akan menjadi nem. Berikut ini adalah contoh penggunaan em dan nem, contoh; bapakem (ayahmu), Ibunem (ibumu) dan lain-lain.

Selain itu juga terdapat perubahan kosa kata akibat perubahan makna misalnya, padang menjadi padung, loro menjadi loru, panas menjadi panus, pait menjadi puait, legi menjadi luegi, kecut menjadi kuecut, asin  menjadi uwasin, pedes menjadi puedes, adem  menjadi wadem, ireng menjadi uwireng, abang menjadi uwabang, ijo menjadi uwijo, kuning menjadi kuwuning, biru menjadi buwiru, putih menjadi puwutih, dan lain-lain).

 

DAFTAR ISI 

https://www.google.co.id/search?q=pengertian+dialek&ie=utf-8&oe=utf-8&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a&gws_rd=cr,ssl&ei=yrSdVenQK4yfugTkv5GoCA#q=pengertian+dialek+menurut+para+ahli, diakses pada 5 Juli 2015.

http://rizkyatika.blogspot.com/2015/03/pengertian-ciri-jenis-bentuk-dan-fungsi.html, diakses pada 5 Juli 2015

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANALISIS CERPEN “KEMARAU” KARYA ANDREA HIRATA DENGAN PENDEKATAN STILISTIKA

Sepi

REGISTER BAHASA NELAYAN DI KECAMATAN DUKUHSETI KABUPATEN PATI