Bahasa Kekinian di Kalangan Anak Muda Zaman Sekarang (2015)
A. Latar Belakang
Kehidupan masyarakat pada era ini cenderung mengedepankan demokrasi. Demokrasi yang menonjolkan wacana keterbukaan sangat dikuasai oleh bahasa. Meski perilaku nonverbal penting, kemampuan verballah yang menyampaikan berbagai gagasan di dalam dinamika suatu masyarakat (Hoed, 2000:81). Dalam masyarakat Indonesia, orang cenderung dogmatis. Hal tersebut tecermin dalam diri setiap orang yang memiliki cara unik tersendiri dalam mengungkapkan sesuatu yang mereka rasakan dengan bahasa. Kalangan muda yang bergaul dan kreatif memiliki caranya sendiri untuk menciptakan sesuatu yang berbeda, unik, dan juga kreatif, misalnya penggunaan bahasa ngetren atau kekinian.
Kata-kata yang diungkapkan, misalnya dalam menyampaikan gagasan atau sebuah ekspresi yang hampir sama dengan ekspresi bahasa yang sedang ngetren. Gagasan atau ekspresi pada masa lalu disampaikan secara individul, pada masa sekarang telah mengalami perubahan. Kasus bahasa ngtren kini silih berganti. Meskipun esensi dalam penggunaan bahasa tersebut bisa dikatakan tidak ada, tapi bahasa ngetren menjadi bahan yang menarik perhatian setiap kalangan muda dan hampir seluruhnya mengikuti untuk mereka pakai di kehidupan sehari-hari.
Bahasa kekinian yang sangat populer di kalangan remaja misalnya 'sakitnya tuh disini' dan 'da aku mah apa atuh' menjadi tren dikalangan muda sampai-sampai kalimat tersebut dijadikan sebuah lagu yang dinyanyikan oleh Cita Citata, kalimat tersebut menjadi fenomena besar dikalangan remaja. Hampir setiap obrolan disambungkan dengan kalimat tersebut.
Masih banyak bahasa ngetren yang terus up to date mengikuti perkembangan fenomena yang terjadi di lingkungan kemudian dikemas dengan unik dan kreatif, seperti frasa atau kalimat yang masih menjadi topik hangat yaitu 'karena aku sayang kamu'. Semua pertanyaan yang terkesan nyeleneh dijawab dengan 'karena aku sayang kamu' meskipun esensi dari jawaban 'karena aku sayang kamu' sama sekali tidak jelas dan tidak nyambung.
Hal tersebut terjadi seiring dengan perkembangan pola pikir masyarakat dalam menghadapi atau menyikapi perkembangan masyarakat dunia. Bahasa bukanlah sekadar persoalan semantik, melainkan juga berkaitan dengan persoalan logika, estetika, dan etika. Seseorang yang berpikir dengan teratur akan tercermin dalam ekspresi bahasa yang teratur pula. Ekspresi yang menarik menunjukkan kesanggupan berbahasa untuk menerjemahkan imajinasi. Ketepatan berbahasa seperti itu tidak hanya mencerminkan disiplin, tetapi juga keintelektualan. Komunikasi pada tingkat yang lebih bermartabat bukan lagi sekedar asal saling mengerti, melainkan juga harus menyiratkan makna yang luhur, benar, dan indah.
Seseorang yang berpengetahuan luas, biasanya memiliki perbendaharaan kata yang relatif banyak jumlahnya. Perbendaharaan kata tersebut dapat diperoleh melalui pergaulan, pendidikan, membaca, melihat tayangan televisi, dan sebagainya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, situasi sosial-politik, ekonomi yang tidak stabil akan ikut mendorong penggunaan bahasa yang lebih kompleks dalam pilihan ragam bahasanya.
Munculnya kosakata-kosakata yang bernuansa kekinian tampak meningkat seiring dengan perkembangan situasi masyarakat. Perkembangan globalisasi juga telah memicu munculnya penggunaan bahasa yang menunjukkan suatu tren dalam kalangan muda. Hal tersebut diperparah dengan adanya kemajuan di bidang teknologi dan komunikasi.
Bagi bangsa Indonesia, bahasa yang dapat memegang peran dalam upaya mempersatukan bangsa, yaitu bahasa Indonesia. Sebab bahasa Indonesia merupakan salah satu komponen nasionalisme Indonesia (Gunarwan, 2000:51). Menurut Fishman, “language serves a link with ‘the glorious past’ and with authenticity” (Fasold, 1984:3). Bahasa bukanlah sekadar wahana sejarah suatu nasionalitas; bahasa merupakan sejarah itu sendiri. Bahkan, dominasi dan relasi kekuasaan juga dioperasionalkan melalui bahasa. Perkembangan sekarang ini teknologi dan komunikasilah yang menguasai masyarakat, sehingga banyak muncul bahasa-bahasa yang marak digunakan anak muda yang sekarang dikenal dengan bahasa ngetren atau kekinian.
Dalam edisi ke-16 versi elektronis Ethnologue : Languages of the World disebutkan bahwa terdapat 10 bahasa yang terbanyak penuturnya di dunia. Dari ke-10 bahasa tersebut bahasa Indonesia menduduki peringkat ke-9 yang penuturnya terbanyak di dunia. Urutan posisi tersebut adalah (1) bahasa Mandarin, (2) bahasa Inggris, (3) bahasa Hindi, (4) bahasa Spanyol, (5) bahasa Rusia, (6) bahasa Arab, (7) bahasa Bengali (penduduk Bangladesh), (8) bahasa Portugis, (9) bahasa Indonesia, dan (10) bahasa Prancis. Hingga kini, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang berkembang.
Bahasa Indonesia terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing. Meskipun dituturkan oleh lebih dari 90 persen warga Indonesia, bahasa Indonesia bukan merupakan bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu mereka.
Uniknya, salah satu bahasa ibu di Indonesia, yakni bahasa Jawa, menempati urutan ke-14 penutur terbanyak di dunia. Bahasa Jawa posisinya berada di atas bahasa Korea, Vietnam, Tamil, dan Italia (Republika, Senin, 12 September 2011). Menilik posisi bahasa Indonesia yang relatif cukup banyak pendukungnya tersebut, sudah seharusnya kita memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia.
Bahasa kekinian yang muncul akhir-akhir ini sebagian juga ada campuran dengan bahasa daerah. Hal itu karena Indonesia bilingulisme atau mampu dua bahasa yakni bahasa Indonesia dan bahasa daerahnya. Selain itu, teknologi yang sudah menyebar ke segala penjuru adalah media yang sangat jitu menyebarkan bahasa-bahasa yang kerap kali menjadi tren anak muda. Oleh karena hal ini, penulis ingin mengetahui bahasa kekinian apa saja yang pernah muncul dan faktor yang memengaruhi kemunculannya. Kemudian dari hal tersebut, mungkin dapat diketahui karakter bangsa Indonesia itu seperti apa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Apa saja bahasa kekinian yang banyak dipakai di kalangan anak muda dan faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan bahasanya?
2. Bagaimana bahasa kekinian dalam kalangan anak muda membentuk suatu karakter bangsa?
PEMBAHASAN
A. Bahasa Kekinian yang Populer di Kalangan Anak Muda
Dari data yang ada, bahasa kekinian yang ditemukan adalah seperti: ‘sesuatu banget’, ‘sakitnya tuh di sini’, ‘di situ kadang saya merasa sedih’, ‘da aku mah apa atuh’, ‘kamu mah gitu orangnya’, ‘karena aku sayang kamu’,dan ‘gue gak bisa diginiin’. Sebenarnya masih banyak yang lainnya dan masih banyak lagi yang akan muncul sesuai dengan perkembangan zaman. Namun, data ini cukup mewakili bagaimana dinamika masyarakat kalangan muda itu berbahasa.
Penjabaran lebih lanjut mengenai bahasa kekinian tersebut adalah sebagai berikut.
1. Sesuatu banget atau sesuatu
Bahasa kekinian di atas terdiri dari gabungan dua kata yang membentuk suatu frasa. Makna leksikal yang terkandung sebenarnya adalah menunjukkan benda, barang, atau keadaan yang belum jelas yang masih abstrak maksudnya. Dalam hal ini, frasa ini digunakan oeh kalangan muda saat mengekspresikan keadaan yang terlihat berlebihan, menakjubkan, menyentuh, menyenangkan, mengagumkan, dan lain-lain. Misalnya, rasanya sesuatu banget. Bahasa ini digunakan untuk percakapan.
2. Sakitnya tuh di sini
Bahasa kekinian di atas terdiri dari gabungan beberapa kata yang membentuk suatu kalimat yang bermakna utuh. Dalam konteks bahasa itu menjadi populer karena kalimat ini digunakan di kalangan anak muda untuk mengekspresikan sesuatu yang menyakitkan, menyedihkan, tidak menyenangkan, dan lain sebagainya. Kalimat yang membangun bahsa kekinian ini, teridiri dari campuran bahasa Sunda yakni “tuh”. Bahasa ini merupakan bahasa untuk percakapan.
3. Di situ kadang saya merasa sedih
Bahasa kekinian di atas terdiri dari gabungan beberapa kata yang membentuk suatu kalimat yang bermakna utuh. Konteks penggunaan bahasa kekinian yang ini hampir sama dengan sakitnya tuh di sini, yakni mengekspresikan sesuatu yang tidak menyenangkan dan menyedihkan. Namun, yang berbicara adalah orang yang mengungkapakan kesedihan itu, sedangkan sakitnya tuh di sini bisa penutur maupun mitra tuturnya. Bahasa ini merupakan bahasa yang digunakan dalam percakapan.
4. Da aku mah apa atuh
Bahasa kekinian di atas terdiri dari gabungan beberapa kata yang membentuk suatu kalimat yang bermakna utuh. Konteks penggunaan bahasa kekinian ini untuk mengekspresikan sesuatu yang tidak bisa dicapai oleh seseorang. Biasanya untuk merendahkan diri karena tidak mampu untuk melakukan atau mencapai sesuatu. Keseluruhan bahasa yang digunakan berasal dari bahasa Sunda yang artinya “aku sih siapa, tidak ada apa-apnya”. Bahasa ini merupakan bahasa dalam percakapan bukan tulis.
5. Kamu mah gitu orangnya
Bahasa kekinian di atas terdiri dari gabungan beberapa kata yang membentuk suatu kalimat yang bermakna utuh. Konteks penggunaan bahasa kekinian ini untuk mengekspresikan sesuatu yang tidak biasa dilakukan oleh seseorang. Biasanya untuk memuji seseorang atau bahkan mengejek orang lain. Bahasa yang digunakan merupakan campuran dari bahasa Sunda karena terdapay leksikon “mahh”. Bahasa ini merupakan bahasa lisan atau bahasa percakapan.
6. Karena aku sayang kamu
Bahasa kekinian di atas terdiri dari gabungan beberapa kata yang membentuk suatu kalimat yang bermakna utuh. Konteks penggunaan bahasa kekinian ini untuk menjawab segala pertanyaan dari seseorang. Jadi, di kalangan anak muda, segala pertanyaan dijawab dengan bahasa kekinian demikian, sehingga kadang terkesan tidak nyambung. Biasanya digunakan dalam konteks percakapan.
7. Gue gak bisa diginiin
Bahasa kekinian di atas terdiri dari gabungan beberapa kata yang membentuk suatu kalimat yang bermakna utuh. Konteks penggunaan bahasa kekinian ini untuk mengekspresikan perasaan memberontak karena telah dibuat tidak nyaman, sakit, tidak menyenangkan, dan lain sebagainya. Dari susunan katanya, bahasa kekinian sama sekali tidak baku, oleh karena itu digunkan untuk percakapan anak-anak muda yang gaul.
B. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penggunaan Bahasa Kekinian
Penggunaan bahasa dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal (misalnya: norma, nilai, adat-istiadat, gaya berbahasa, dan perilaku keseharian). Pada pembahasan kali ini, bahasa kekinian merupakan bagian ari bahasa secara keseluruhan, sehingga faktor-faktornya hampir sama dengan bahasa secara umum. Pengaruh penggunaan bahasa yang termasuk faktor eksternal, misalnya berupa kemajuan teknologi informasi yang telah menyebabkan dunia tanpa batas (borderless world). Dalam proses benturan budaya pada dunia tanpa batas itu, termasuk pengaruh bahasa asing yang tidak bebas dari misi budaya asing, akan menembus batas ruang dan geografis bangsa Indonesia. Proses pembudayaan semacam ini akan memengaruhi persepsi dan pola pikir.
Adapun faktor internal yang memengaruhi penggunaan bahasa antara lain sebagai berikut.
(1) Tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan berpengaruh pada peningkatan pola pikir dan perilaku yang tentunya lebih rasional, termasuk dalam pengungkapan bahasa;
(2) situasi sosio-kultural dari perilaku sentralisasi kekuasaan dapat mengakibatkan kebebasan berpikir dan berpendapat, serta bernalar sangat lemah;
(3) fenomena ancaman lunturnya budaya di tengah-tengah gencarnya suguhan budaya asing melalui media cetak dan elektronik dewasa ini (Laksono, 1998:111).
Dari teori di atas, maka bahasa kekinian seperti: ‘sesuatu banget’, ‘sakitnya tuh di sini’, ‘di situ kadang saya merasa sedih’, ‘da aku mah apa atuh’, ‘kamu mah gitu orangnya’, ‘karena aku sayang kamu’,dan ‘gue gak bisa diginiin’ yang muncul di kalangan anak muda tidak lepas dari pengaruh eksternal yakni melalui media. Media yang paling gencar memperkenalkan bahasa kekinian ini adalah jejaring sosial seperti Facebook, twitter, dan lain sebagainya yang biasanya terdapat banyak meme komik mengenai bahasa kekinian tersebut.
Faktor internal yang memengaruhi penggunaan bahasa kekinian tersebut adalah karena situasi sosio-kultural dari perilaku sentralisasi kekuasaan dapat mengakibatkan kebebasan berpikir dan berpendapat, serta bernalar sangat lemah dan fenomena ancaman lunturnya budaya. Hal ini terlihat sekali, seseorang bebas mengatakan sesuatu, meniru seseorang dalam bertindak maupun berkata karena di Indonesia adalah negara demokrasi. Sedangkan lunturnya budaya ketimuran mengakibatkan kalangan muda mudah terpengaruh budaya asing baik di bidang teknologi dan komunikasi. Misalnya sekarang berjuta-juta orang indonesia pasti memiliki akun Facebook, twitter, dan lain-lain yang merupakan akun buatan orang luar negeri masuk di Indonesia. Hal inilah yang membuat bahasa kekinian cepat menyebar luas tanpa batas.
Halliday (1968:35) mengemukakan bahwa ragam bahasa secara umum dibedakan menjadi dua dimensi, yaitu dimensi pengguna (user) dan dimensi penggunaan (use). Ketika berbahasa, penutur perlu mempertimbangkan norma-norma yang berlaku dalam budaya masyarakat setempat. Dalam berinteraksi penutur perlu memiliki kompetensi komunikatif. Kompetensi tersebut mencakupi hal-hal berikut.
(1) Pengetahuan linguistik
Pengetahuan linguistik termasuk keterampilan menggunakan bahasa merupakan hal penting bagi penutur agar penutur dapat berkomunikasi dengan baik.
(2) Keterampilan berinteraksi
Keterampilan berinteraksi penting dikuasai untuk menghindari kegagalan komunikasi.
(3) Pengetahuan kebudayaan
Pengetahuan kebudayaan perlu dimiliki untuk menjaga keharmonisan berkomunikasi sehingga tidak timbul salah paham dan perasaan tersinggung (Saville-Troike, 1982).
Komunikasi dapat menjadi miskomunikasi bila penutur tidak menguasai latar belakang kebudayaan petutur (Gunarwan, 2003:7). Oleh karena itu, dalam bertutur perlu mengindahkan norma budaya setempat. Sistem tindak berbahasa menurut norma-norma budaya tersebut dikenal dengan istilah etika berbahasa atau tata cara berbahasa (linguistic etiquette).
Bahasa merupakan alat komunikasi antarmanusia dan kerangka berpikir memiliki keterkaitan dengan perilaku manusia. Perilaku yang tidak santun ataupun kekerasan dapat terjadi sebagai akibat penggunaan kekerasan verbal atau bahasa yang kurang atau tidak santun.
Penggunaan bahasa kekinian sekarang cenderung memanfaatkan ketrampilan berinterkasi untuk mencairkan suasana dan mengikuti arus yang menjangkit di kalangan anak muda dalam berbahasa atau menanggapi suatu peristiwa. Kemudian, hal tersebut menciptakan budaya baru dalam komunikasi agar seseorang itu tidak terlalu serius dalam berbicara dan tidak menjadi seseorang itu tersinggung atau salah paham. Dalam hal ini, bahasa kekinian juga tidak merupakan bagian bahasa yang kurang atau tidak santun tetapi bagian bahasa yang berbeda.
Mungkin penggunaan bahasa yang kurang atau tidak santun tersebut dapat menimbulkan perselisihan, tidak stabilnya psikologis pada orang yang dikenai, misalnya, perasaan takut, radikal, ekstrem, berontak, dendam, marah, ataupun sakit hati yang pada akhirnya dapat menimbulkan kekerasan fisik. Tetapi, bahasa kekinian di kalangan anak muda menjadi suatu tren baru yang banyak digemari untuk diucapkan oleh mereka untuk mengekspresikan sesuatu.
Kata-kata memiliki kekuatan yang dahsyat untuk memengaruhi. Kata-kata bukan sekadar rangkaian fonem-fonem, melainkan juga mengandung muatan beban (Paisak, 2003: 140). Sebagai contoh, guru memberikan perintah kepada siswanya untuk membuat naskah pidato maka siswa akan memberikan tanggapan atas perintah tersebut. Contoh lain, pemerintah mengeluarkan pengumuman libur bagi PNS maka PNS pada hari yang telah ditetapkan tersebut tidak akan masuk kerja. Contoh lain lagi, kepala negara mengumumkan perang. Perangpun terjadi. Maka dengan adanya perang tersebut, keamanan dan kenyamanan kehidupan manusia dapat terusik. Contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa kata-kata mengandung muatan yang dapat mengubah tatanan kehidupan manusia.
Berbeda halnya, kata-kata yang tersusun dalam bahasa kekinian bukan memengaruhi untuk dilakukan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya melainkan memengaruhi seseorang terutama anak-anak muda untuk meniru menggunakan kata-kata tersebut, sehingga kata-kata tersebut sering digunakan oleh anak-anak muda. Bahkan jangkauan wilayah persebaran bahasa kekinian tersebut sampai di perdesaan apalagi perkotaan.
C. Bahasa Kekinian dalam Kalangan Anak Muda Membentuk Suatu Karakter Bangsa
Suatu bangsa berdiri kokoh salah satunya karena bahasa yang mengikatnya. Identitas suatu bangsa dapat dilihat dari bagaimana bahasa yang diigunakan oleh mereka karena pemikiran bahasa itu memengaruhi pola pikir manusianya. Gaya tutur formal atau informal juga memengaruhi sifat dan sikap pemakainya, sehingga untuk menciptakan identitas yang baik maka hendaknya penggunaan bahasanya dipilih sesuai dengan situasi dan kondisi yang dialami penutur. Bahasa yang baik tidak perlu benar menurut kaidah bahasa melainkan sesuai dan tidak menyinggung perasaan seseorang.
Penutur bahasa bisa menggunakan instrumen yang sesuai, yaitu melalui lisan, tulis, elektonik, suara (keras/lemah/sedang), atau gerak tubuh. Penutur bahasa yang baik akan menggunakan tindak tutur secara efisien, hanya menyampaikan pokok-pokoknya, paragraf atau kalimatnya singkat, wacana atau ujarannya jelas, masuk akal, mengandung keutuhan, saling berhubungan, dan implikaturnya tidak terlalu jauh dengan topik. Tuturan disampaikan secara lancar, mudah dipahami. Bila digunakan idiom atau metafora, hendaknya idiom atau metafora yang mudah. Selain itu, irama tutur juga hendaknya tepat.
Dalam kaitanya, bahasa yang digunakan seseorang membentuk karakter suatu bangsa memang benar adanya. Satu contoh yang nyata yaitu bahasa Jawa. Bahasa Jawa terkenal halus, dan memiliki stratifikasi dalm bahasanya, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa orang Jawa itu memiliki sopan santun atau unggah-ungguh yang tinggi terhadap seseorang yang lebih tinggi derajatnya dibandingkan dirinya. Kemudian orang jawa itu terkenal lelet dan tidak to the point dibandingkan orang Sunda. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan bahasa orang jawa yang penuh dengan basa-basi.
Contoh yang lain yakni, dalam bahasa Indonesia tidak mengenal kosa kata dalam bahasa yang digunakan oleh jenis kelamin yang berbeda dan pembagian waktu. Kalau dalam bahasa Inggris, ada he dan she untuk menyatakan dia, he untuk dia laki-laki dan she untuk menyatakan dia perempuan. Sedangkan di Indonesia hanya menhenal “dia” untuk nyatakan orang ketiga tunggal baik laki-laki tau perempuan. Kemudian perbedaan soal waktu, Orang Inggris lebih mengahargai waktu dibanding orang Indonesia
Bahasa kekinian yang populer dipakai sekarang oleh kalangan muda merupakan suatu cerminan pembentukan karakter anak-anak muda Indonesia. Mungkin dulu setelah bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa persatuan yakni pada tahun 1928 (sumpah pemuda) banyak kita temui pemuda pemudi yang gigih, memiliki pendirian yang kuat, bermental patriotisme dan nasionalisme, rela berkorban, dan pantang menyerah.
Namun, jaman sekarang kita akan sulit menemukan pemuda pemudi yang demikian di era modern yang maju dalam bidang ekonomi, sosial, politik, teknologi, pengetahuan, dan komunikasi. Bahasa kekinian yang banyak digunakan oleh kalangan muda mencerminkan sikap tidak meliliki pendirian, penakut, tidak kreatif dan mental yang lemah. Hal itu karena mereka hanya ikut-ikutan saja dalam menggunakan atau memopulerkan bahasa kekinian tanpa tahu maksud atau latar belakang munculnya bahasa yang sekarang disebut dengan bahasa kekinian itu.
Sifat dogmatis yang dilakukan oleh kalangan muda mencerminkan pemikran yang tidak kritis (cenderung pasif) dalam menilai sesuatu hal. Apabila pola pikir generasi penerus bangsa demikian adanya, maka Indonesia lama-kelamaan terjajah kembali setelah perjuangan memerdekaan bangsa Indonesia puluhan tahun silam. Dinamika berbahasa di kalangan anak muda dapat mencerminkan bagaimana suatu bangsa itu selanjutnya akan selau berkembang atau akan maju.
Berkaitan dengan hal itu, penyampaian tuturan atau pesan melalui bahasa seharusnya menggunakan kata-kata yang baik, tidak mengandung muatan makna yang dapat menyinggung perasaan orang lain, memilih, dan menyusun kata-kata yang mencerminkan cermat logika, kreatif, dan ekonomis. Karena penggunaan bahasa, dapat mencerminkan performansi seseorang. Kata-kata yang dipilih secara cermat dan memperhatikan nilai-nilai kesantunan dapat membawa pengaruh positif pada suasana batin pendengarnya.
Melalui bahasa semua komponen bangsa berkesempatan menjalin hubungan maupun bekerja sama. Untuk itu, perlu dikembangkan sikap berbahasa yang mengandung kesantunan, cermat, kreatif, ekonomis, dan tidak dogmatis.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahasa kekinian yang terjadi di kalangan muda merupakan dinamika berbahasa masyarakat Indonesia. Bahasa kekinian tersebut meliputi: ‘sesuatu banget’, ‘sakitnya tuh di sini’, ‘di situ kadang saya merasa sedih’, ‘da aku mah apa atuh’, ‘kamu mah gitu orangnya’, ‘karena aku sayang kamu’,dan ‘gue gak bisa diginiin’. Faktor yang memengaruhi penggunaan bahasa kekinian ini meliputi faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal, misalnya berupa kemajuan teknologi informasi yang telah menyebabkan dunia tanpa batas (borderless world). Adapun faktor internal yaitu (1) situasi sosio-kultural dari perilaku sentralisasi kekuasaan dapat mengakibatkan kebebasan berpikir dan berpendapat, serta bernalar sangat lemah dan (2) fenomena ancaman lunturnya budaya di tengah-tengah gencarnya suguhan budaya asing melalui media cetak dan elektronik dewasa ini (Laksono, 1998:111).
Bahasa merupakan cerminan suatu bangsa, karena tanpa bahasa tidak akan ada suatu negara tersebut. Bahasa kekinian yang terjadi di Indonesia pada kalangan muda merupakan cerminan jiwa pemuda yang labil, tidak punya pendirian, tidak kreatif dan inovatif, penakut, dan berjiwa lemah.
B. Saran
Tidak ada yang sempurna dalam dunia ini, yang perlu diperhatikan adalah sebuah perubahan ke suatu hal yang positif atau sesuatu yang lebih baik lagi. Penulis menyadari bahwa dalam tulisan yang penulis buat masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mohon kritik dan sarannya untuk membangun dan memperbaiki tulisan yang telah dibuat.
DAFTAR PUSTAKA
Gunarwan, Asim. 2000. “Peran Bahasa sebagai Pemersatu Bangsa.” Dalam Bambang Kaswanti Purwo (ed.). Kajian Serba Linguistik: untuk Anton Moeliono Pereksa Bahasa. Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya dan PT BPK Gunung Mulia.
Gunarwan, Asim. 2003. “Komunikasi Verbal: Tinjauan sosiolinguistik dan pragmatik. Makalah pada PIBSI 7—8 Oktober 2003. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Halliday, M.A.K. 1968. “The Users and Uses of Language.” Dalam J.A. Fishman. Editor. Reading in the Sociology of Language. The Hague-Paris: Mouton.
Hoed, B.H. 2000. “Sebuah Reformasi Budaya telah Terjadi: Sebuah Renungan Linguistik”. Dalam Bambang Kaswanti Purwo. Editor. Kajian Serba Linguistik. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Laksono, H.R. Agung. 2000. “Sumpah Pemuda dan Jati diri GenerasiMuda.” Dalam Hasan Alwi, Dendy Sugono, dan Abdul Rozak Zaidan. Penyunting. Bahasa Indonesia dalam Era Globalisasi: Pemantapan Peran Bahasa sebagai Sarana Pembangunan Bangsa. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Departemen Pendidikan Nasional.
Paisak, Taufik. 2002. Revolusi IQ/EQ/SQ: Antara Neurosains dan Al-Quran. Bandung: Mizan.
http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2014/09/20/118579/bahasa-dalam-perspektif-kekinian/, diakses pada 25 April 2015.
http://persma2014.blogspot.com/2015/04/kenapa-pake-bahasa-kekinian-karena-aku.html, diakses pada 25 April 2015.
http://tahulebihdalam.blogspot.com/2011/07/10-bahasa-terbesardi-dunia-bahasa.html#ixzz2EKZfDyUg, diakses pada 20 April 2015.
Komentar
Posting Komentar