ANALISIS CERPEN “KEMARAU” KARYA ANDREA HIRATA DENGAN PENDEKATAN STILISTIKA
Dosen Pengampu : Dyah Wijayawati, M.Pd
Disusun Oleh : Nailun Najah F1G012016
Purnama Okto Vinali F1G012019
Kartini F1G012021
PENDAHULUAN
Karya sastra pada umumnya memiliki banyak sisi untuk dikaji melalui beberapa pendekatan. Karya sastra bisa dikaji dari sisi pengarang, pembaca, maupun dari sisi karya sastra itu sendiri. Begitu juga dengan cerpen. Sebagai salah satu jenis karya sastra, cerpen bisa dikaji dari berbagai kacamata. Salah satunya dengan pendekatan stilistika.
Stilistika merupakan ilmu yang menyelidiki penggunaan bahasa dalam karya sastra. Ada beberapa style atau gaya dalam mengungkapkan sebuah ide. Penggunaan bahasa, pilihan kata yang estetis sekaligus bermakna sesuai prinsip dulce et utile, serta keutuhan cerita akan membuat nilai sebuah karya sastra lebih bermakna, mudah diterima, dan menarik.
Cerita pendek yang merupakan salah satu jenis karya sastra dapat kita ambil beberapa unsurnya untuk kemudian dijadikan sebagai objek yang dikaji melalui pendekatan stilistika. Dalam bukunya, Abrams memberikan pengertian tentang cerita sebagai sebuah urutan kejadian yang sederhana dalam urutan waktu (Abrams, 1981: 61), sedangkan Kenny mengartikan cerita sebagai peristiwa-peristiwa yang terjadi berdasarkan urutan waktu disajikan dalam sebuah karya fiksi (Kenny, 1996: 91).
Makalah ini akan menganalisis cerpen “Kemarau” karya Andrea Hirata dengan pendekatan stilistika. Pendekatan yang dilakukan ditinjau dari segi karya sastra itu sendiri.
PEMBAHASAN
Stilistika berfungsi sebagai jembatan antara bahasa dan kritik sastra. Hal ini disebabkan karena stilistika berada di antara keduanya. Telaah gaya bahasa dalam karya sastra diarahkan pada pilihan kata (diksi), susunan kalimat dan sintaksisnya, kepadatan dan tipe-tipe bahasa kisahannya, pola ritmenya, komponen bunyi, dan ciri-ciri formal lainnya (Pradopo, 1997: 190-191). Berdasarkan telaah bahasa dalam cerpen “Kemarau” karya Andrea Hirata yang dikaji dengan menggunakan pendekatan stilistika, terdapat ciri formal bahasa, yakni sebagai berikut.
1. Pilihan Kata (Diksi)
Gaya atau pemilihan kata dalam karya sastra adalah cara pengarang menggunakan kata-kata atau kalimat untuk menyampaikan gagasan atau ide-ide. Dalam menganalisa pilihan kata, yang harus dilakukan pertama kali adalah mengamati apakah teks itu berisi kata-kata konkret dan khusus, ataupun berisi kata-kata abstrak dan umum.
Kata-kata konkret atau khusus dalam cerpen “Kemarau” yaitu sebagai berikut.
a. Ngerem
Kata ngerem dalam cerpen tersebut memiliki makna berhenti. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Jarum pendeknya ngerem mendadak di angka lima.
b. Mencerna makna
Kata mencerna dalam cerpen tersebut memiliki makna khusus, karena kata mencerna sendiri biasanya digunakan dalam Ilmu Biologi dan Kesehatan. Kata mencerna dalam hal ini bermakna memahami. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Sejak kecil pula aku telah berusaha mencerna makna filosofis patung itu, tapi selalu gagal.
c. Enteng
Kata enteng dalam cerpen tersebut memiliki makna mudah. Kata enteng sendiri biasanya digunakan dalam bahasa percakapan sehari-hari. Kata enteng merupakan kosa kata dalam bahasa jawa. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Uang kecil diselipkan ke dalam kotak di samping tombak-tombak itu dapat menyebabkan pendermanya awet muda dan enteng jodoh.
d. Kualat
Kata kualat dalam cerpen tersebut memiliki arti mendapat bencana atau celaka. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Anak-anak yang tak sengaja menunjuk tombak itu harus mengisap telunjuknya agar tidak kualat.
e. Buduk
Kata buduk dalam cerpen tersebut memiliki arti sangat kotor, dekil atau tidak terawat. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Setiap minggu tempat itu dipenuhi orang-orang yang ingin melihat kijang yang saking buduknya sudah tampak serupa kambing.
f. Gaek
Kata gaek dalam cerpen tersebut memiliki arti sangat tua atau tua renta. Hal ini tampak pada kutipan sebagai berikut.
Ada pula unta gaek yang menderita sakit batuk kering stadium 4.
g. Uzur
Kata uzur dalam cerpen terssebut memilki arti sangat tua. Hal itu terdapat dalam kutipan sebagai berikut.
Ada orangutan uzur yang sudah ompong dan tampak terang-terangan menafsui bebek-bebek gendut di kolam butek sebelah sana.
h. Menafsui
Kata menafsui dalam cerpen tersebut memiliki arti berselera (makan). Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Ada orangutan uzur yang sudah ompong dan tampak terang-terangan menafsui bebek-bebek gendut di kolam butek sebelah sana.
i. Butek
Kata butek dalam cerpen tersebut memiliki arti keruh. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Ada orangutan uzur yang sudah ompong dan tampak terang-terangan menafsui bebek-bebek gendut di kolam butek sebelah sana.
j. Udik
Kata udik dalam cerpen memiliki arti bodoh. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Mereka muak melihat orang-orang udik yang menontong mereka di dalam kandang.
k. Afkir
Kata afkir/ apkir dalam cerpen tersebut memiliki arti ditolak. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Konon, mereka dihibahkan ke kampung kami karena telah afkir dari sebuah kebun binatang di Jawa, di mana mereka dianggap tidak sexy lagi.
l. Menggerung
Kata menggerung dalam cerpen tersebut memiliki arti bunyi mesin gas truk keras. Pada umumnya, menggerung biasanya mengacu pada tangisan atau meraung keras. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Lalu kudengar gemerincing besi beradu, kemudian truk menggerung meninggalkan rumah.
Kata-kata abstrak atau umum dalam cerpen “Kemarau” yaitu sebagai berikut.
a. Sexy
Kata sexy merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yang berarti menggairahkan. Kata sexy umumnya digunakan dalam percakapan sehari-hari anak-anak modern. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Konon, mereka dihibahkan ke kampung kami karena telah afkir dari sebuah kebun binatang di Jawa, di mana mereka dianggap tidak sexy lagi.
b. Tangkas
Kata tangkas dalam cerpen tersebut memiliki arti cepat atau cekatan. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Ayah melangkah tangkas sambil menyandang ransel berisi tang, ragum, dan sekeluarga kunci Inggris.
c. Menyandang
Kata menyandang dalam cerpen tersebut memiliki arti meletakan di bahu atau memanggul. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Ayah melangkah tangkas sambil menyandang ransel berisi tang, ragum, dan sekeluarga kunci Inggris.
d. Diemban
Kata diemban dalam cerpen tersebut memiliki arti ditanggung. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Kubayangkan, tugas-tugas yang berat diemban oleh bapak kunci paling besar, dan tugas-tugas sepele adalah bagian anak-anaknya.
e. Illusionist
Kata illusionist dalam cerpen tersebut memiliki arti penyihir. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Bangkai kapal keruk itu telah lenyap, macam telah disulap seorang illusionist.
f. Berkelebat
Kata berkelebat dalam cerpen tersebut memiliki arti bergerak dengan cepat. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Kulihat ke luar jendela, seorang lelaki berkelebat dengan seragam mekaniknya yang hebat, lalu truk menggerung, pelan-pelan meninggalkan rumah.
g. Termangu
Kata termangu dalam cerpen tersebut memiliki arti termenung atau terdiam. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Aku termangu. Kerinduanku pada ayah semakin tak tertanggungkan.
h. Tak tertanggungkan
Kata tak tertanggungkan dalam cerpen tersebut memiliki arti tak tertahan. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Kerinduanku pada ayah semakin tak tertanggungkan.
i. Assalamualaikum
Kata assalamualaikum dalam cerpen tersebut memiliki arti salam atau sapaan. Kata assalamualaikum sendiri diadaptasi dari bahasa Arab yang biasa digunakan untuk menyapa seseorang. Hal itu tampak pada kutipan sebagai berikut.
Di sana ada sebuah ruangan yang jika dimasuki harus membuka sandal dan mengucapkan assalamualaikum demi menghormati tombak-tombak karatan, peninggalan para hulu balang antah berantah.
2. Bahasa Kiasan
Majas adalah bahasa kias atau pengungkapan gaya bahasa yang dalam pemakaiannya bertujuan untuk memperoleh efek-efek tertentu agar tercipta sebuah kesan imajinatif bagi penyimak atau pendengarnya. Seorang penulis sastra juga terkadang menggunakan tulisan-tulisan majas dalam karyanya. Berikut adalah majas-majas yang digunakan dalam cerpen tersebut.
a. Majas Hiperbola
Majas hiperbola adalah majas perbandingan yang melukiskan sesuatu dengan mengganti peristiwa atau tindakan sesungguhnya dengan kata-kata yang lebih hebat pengertiannya untuk menyangatkan arti.
Berdasarkan penjabaran di atas, majas hiperbola terdapat pada kutipan sebagai berikut.
Ada pula unta gaek yang menderita sakit batuk kering stadium 4. Setiap kali dia batuk, nyawanya seperti mau copot.
b. Majas Metafora
Majas metafora adalah majas perbandingan yang melukiskan sesuatu dengan perbandingan langsung dan tepat atas dasar sifat yang sama atau hampir sama.
Berdasarkan penjabaran di atas, majas metafora dalam cerpen “Kemarau” terdapat pada kutipan sebagai berikut.
Hewan-hewan itu menguap sepanjang hari, mereka hanya seekor saja dari jenisnya masing-masing, jadi mereka adalah pejantan bujang lapuk seumur-umur.
c. Majas Simile
Majas simile adalah majas perbandingan satu objek dengan objek yang lainnya dengan menggunakan kata perbandingan.
Berdasarkan penjabaran di atas, majas simile terdapat pada kutipan sebagai berikut.
1. Adakalanya biduanita organ tunggal meliuk-liuk seperti belut sawah di atas panggung berhias pelepah kelapa di pinggir-pinggir pantai, lebih menyanyikan maksiat daripada lagu.
2. Jam besar, patung pejuang 45 dan papan reklame itu adakalanya bagiku tampak bak panggung parodi, adakalanya bak wangsit, dan adakalanya bak segitiga Bermuda, yang menyimpan misteri politik republik ini.
3. Lalu ada singa tua kurapan bermata sendu macam penyanyi dangdut.
4. Bangkai kapal keruk itu telah lenyap, macam telah disulap seorang illusionist.
d. Majas Simbolik
Majas simbolik adalah majas perbandingan yang melukiskan sesuatu dengan menggunakan benda-benda lain sebagi pebandingan.
Berdasarkan penjabaran di atas, majas simbolik terdapat pada kutipan sebagai berikut.
Aku hanya menduga-duga, buaya adalah perlambang lelaki hidung belang, maka, semua lelaki pembuat parang patutlah dicurigai.
e. Majas Personifikasi
Majas personifikasi adalah majas yang melukiskan sesuatu dengan memberitakan sifat-sifat manusia kepada mempunyai sifat seperti manusia atau beda hidup.
Berdasarkan penjabaran di atas, majas hiperbola terdapat pada kutipan sebagai berikut.
1. Jarum panjangnya mengembuskan napas terakhir di pelukan angka dua belas. Jarum detik telah minggat dengan perempuan lain, tak tahu ke mana.
2. Di sana ada sebuah ruangan yang jika dimasuki harus membuka sandal dan mengucapkan assalamualaikum demi menghormati tombak-tombak karatan, peninggalan para hulu balang antah berantah.
3. Aku menyingkir dan duduk melamun dibelai angin di sebuah kapal keruk yang termangu-mangu di sana.
4. Ketika meskapai Timah masih berjaya, jumlahnya puluhan. Mereka mengepung kampung, menderu siang dan malam, mengorek isi bumi untuk meraup timah.
PENUTUP
Simpulan
Kajian stilistika dalam cerpen “ Kemarau” karya Andrea Hirata meliputi diksi atau pemilihan kata dan bahasa kiasan. Diksi sendiri meliputi kata-kata konkret dan khusus, ataupun berisi kata-kata abstrak dan umum. Ada beberapa kata yang menjadi kata konkret atau khusus dalam cerpen “Kemarau” karya Andrea Hirata ini, seperti uzur, gaek, buduk, apkir dan sebagainya. Selain itu, ada juga beberapa kata abstrak atau umum dalam cerpen “Kemarau” karya Andrea Hirata ini, seperti tangkas, menyandang, udik, dan sebagainya.
Selain penggunaan kata-kata khusus dan kata-kata umum, cerpen “Kemarau” karya Andrea Hirata ini juga menggunakan majas berupa majas hiperbola, metafora, personifikasi, simile, dan majas simbolik.
Daftar Pustaka
Zulikhatin, Ermawati N. 2011. Analisis Stilistika dalam Cerpen.pdf
Pradopo, Rachmat Djoko. 1997. Beberapa teori Sastra, Metode Kritik dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kenny, William. 1996. How to Analyze Fiction. New York: Monarch Press.
Abrams, M.H. 1981. A Glossary of Literary terms. New York: Holt, Renehart and Winston
http://cerpenkompas.wordpress.com/2010/07/25/kemarau/#more-1009 diakses pada 26 September 2014
Sinopsis
Kemarau
Cerpen “Kemarau” karya Andrea Hirata bercerita tentang keadaan sebuah kampung kecil yang jauh dari segala macam hiburan. Kampung penghasil timah yang sebagian besar penghuninya tak ada yang betah di rumah. Hiburan yang ada hanya biduanita organ tunggal meliuk-liuk seperti belut sawah di atas panggung berhias pelepah kelapa di pinggir-pinggir pantai, lebih menyanyikan maksiat daripada lagu. Tapi itu hanya lama-lama sekali, pun kalau harga timah sedang bagus—yang amat jarang bagus.
Tak ada galeri seni, gedung bioskop, kafe-kafe, atau pusat perbelanjaan untuk dikunjungi. Yang sedikit menarik perhatian hanya sebuah jam besar di tengah kota dan jam itu sudah rusak selama 46 tahun. Jarum pendeknya ngerem mendadak di angka lima. Jarum panjangnya mengembuskan napas terakhir di pelukan angka dua belas. Jarum detik telah minggat dengan perempuan lain, tak tahu ke mana. Melihat jam itu sejak kecil, aku punya firasat, bahwa nanti jika dunia kiamat, kejadiannya akan tepat pukul lima.
Seorang pemuda pergi merantau ke Jakarta. Setelah sepuluh tahun merantau, ia kembali dengan harapan melihat keadaan kampung yang lebih baik. Namun, keadaan kampung tersebut tak ada yang berbeda. Jam besar di tengah kota tepat menunjukkan pukul 5 saat ia meninggalkan kampung dulu. Musim kemarau waktu itu. Sekarang, ketika ia kembali pulang, jam besar itu masih saja menunjukkan waktu pukul 5, dan musim masih kemarau.
Sirna sudah kenangan manis tentang kapal keruk, lenyap sudah. Bangkai kapal keruk itu telah lenyap, macam telah disulap seorang illusionist. Terhapus sudah kebudayaan itu. Di kampung tersebut, arkeologi industri telah dilanda tsunami.
Setelah itu, masih dalam musim kemarau, ia kembali ke Jakarta. Suara klakson mobil yang terdengar tengah malam itu mengingatkan ia pada ayahnya yang telah tiada.
Komentar
Posting Komentar